KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala
puji bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Landasan dan Asas-asas Pendidikan serta Penerapannya”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan
dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Suchainah,
S.Pd., M.Pd. selaku dosen pembimbing Pengantar Pendidikan yang telah memberikan
bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, serta rekan-rekan
mahasiswa STKIP STIT PGRI PASURUAN yang selalu berdoa dan memberikan motivasi
kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik
lagi. Akhir kata penyusun berharap kerangka acuan makalah ini dapat memberikan
wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penyusun pada
khususnya
Pasuruan, September 2015
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
2.2. Pengertian
Landasan Pendidikan
2.3. Pengertian
Asas Pendidikan
3.1. Landasan
Pendidikan dan Penerapannya di Indonesia
3.1.1. Landasan Filosofi Pendidikan
3.1.5. Landasan Ilmiah
dan Teknologis
3.1.6. Landasan Yuridis /
Hukum Pendidikan di Indonesia
3.2. Asas-Asas
Pendidikan dan Penerapannya di Indonesia
3.2.1. Asas Tut Wuri
Handayani
3.2.2. Asas Kemandirian
dalam Belajar
3.2.3. Asas Belajar
sepanjang Hayat
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Pendidikan
sebagai usaha sadar yang sestematik-sistemik selalu bertolak dari sejumlah
landasan serta mengindahkan sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah
asas-asas tertentu.Landasan dan asas tersebut sangat penting, karena pendidikan
merupakan pilar utama terhadap pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa
tertentu.
Beberapa
diantara landasan pendidikan tersebut adalah landasan filosofi, sosiologis, dan
kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam menentukan
tujuanpendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan mendorong
pendidikan itu menjemput masa depan. Kajian berbagai landasan landasan
pendidikan itu akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan. Dengan
wawasan dan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan
asa-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat memberi
peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan program
pendidikan yang tepat wawasan. Sehingga akan memberikan perspektif yang lebih
luas terhadap pendidikan, baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
Dalam
Bab III, akandipusatkan pada paparan dalam berbagai landasan dan asas
pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan penerapannya. Landasan
tersebut adalah filosofis, kultural, psikologis, serta ilmiah dan
teknologi.Sedangkan asas yang dikaji adalah asas Tut Wuri Handayani, belajar
sepanjang hayat, dan kemandirian dalam belajar.
Pengkajian
tentang landasan dan asas pendidikan tersebut selalu diarahkan pula pada upaya
dan permasalahan penerapannya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
penulis membatasi dengan hanya mengkaji masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Landasan Pendidikan?
2. Bagaimana Asas-asas Pendidikan?
3. Bagaimana Penerapan Asas-asas Pendidikan?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas
dapat dibuat tujuan masalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan Landasan Pendidikan
2. Menjelaskan Asas-asas Pendidikan
3. Menjelaskan Penerapan Asas-asas Pendidikan
BAB
II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala universal, merupakan suatu
keharusan bagi manusia, karena selain pendidikan sebagai gejala, juga sebagai upaya
memanusiakan manusia. Berikut ini akan dikemukakam beberapa pengertian
pendidikan menurut para ahli :
1. Menurut Rusli Lutan (1994) mengemukakan bahwa “pendidikan
pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari
rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekurangan”.
2. Djuju Sudjana (1996:31) tentang modal itu dalam dirinya
sendiri yang tersirat dalam “human capital theory”, bahwa manusia merupakan
sumber daya utama, berperan sebagai subyek baik dalam upaya meningkatkan tarap
hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut
teori-teori ini konsep pendidikan harus dirasakan atas anggapan bahwa modal
yang dimiliki manusia itu sendiri meliputi : sikap, pengetahuan, keterampilan
dan aspirasi. Dengan perkataan, “modal utama bagi kemajuan manusia tidak berada
di luar dirinya melainkan ada dalam dirinya, dan modal itu sendiri adalah
pendidikan.
3. Menurut George F. Knelled Ledi dalam bukunya yang
berjudul Of Education (1967:63), pendidikan dapat dipandang dalam arti
teknis, atau dalam arti hasil dan arti proses. Dalam artinya yang luas
pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh
yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak
(character), atau kemampuan fisik (physical Ability) individu, pendidikan dalam
arti ini berlangsung terus menerus (seumur hidup) kita sesungguhnya dan
pengalaman seluruh kehidupan kita (George F. Knelled, 1967:63) dan pendidikan,
Demands A. kualitative concept of experience (Frederick Mayyer, 1963:3-5).
4. Selanjutnya menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk emmiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian dirinya, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Jadi dapat disimpulkan, pendidikan
adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam
pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia
sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan. Dalam pendidikan,
secara implicit terjalin hubungan antara dua pihak, yaitu pihak pendidik dan
pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan
setiap pihak, akan tetapi sama dalam hal dayanya yaitu salling mempengaruhi
guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pendidikan, nilai-nilai dan
keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
2.2. Pengertian Landasan Pendidikan
Secara
leksikal, landasan berarti
tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu
atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini
dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat
konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual
identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga
macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.
Pendidikan
antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek
sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi
sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan pedidikan.Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat
berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan
pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan).Studi pendidikanadalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang
dalam rangka memahami pendidikan.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah
asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka
praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Pendidikan
yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan
mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya,
efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dst. Dengan demikian
landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat
merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai
dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.
2.3. Pengertian Asas Pendidikan
Asas pendidikan memiliki arti hukum
atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Asas-asas
pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar atau tumpukan berpikir, baik
pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. Salah satu dasar utama
pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat dididik dan dapat mendidik diri
sendiri. Diantara asas-asas tersebut adalah Asas tut wuri handayani, asas
belajar sepanjang hidup, dan asas kemandirian dalam belajar.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Landasan
Pendidikan dan Penerapannya di Indonesia
Praktek pendidikan diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi
peserta didik agar mampu mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat
kemanusiaannya.Semua tindakan pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta
didik mampu melaksanakan berbagai peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan
nilai-nilai dan norma-norma yang diakui.Dalam pernyataan di atas tersurat dan
tersirat bahwa pendidikan berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat
normatif, dank arena itu mesti daapt dipertanggungjawabkan.
Sehubungan
dengan hal diatas, praktek pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara
sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan secara didasari dan terencana.
Artinya, praktek pendidikan harus memiliki suatu landasan yang kokoh, jelas dan
tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan efisien serta efektif cara-cara
pelaksanaannya.Implikasinya, dalam rangka pendidikan mesti terdapat momen
berpikir dan momen bertindak, mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen
praktek pendidikan. Sebelum melaksanakan prakterk pendidikan, diantaranya
mengenai landasan-landasannya. Sebab, landasan pendidikan akan menjadi titik
tolak praktek pendidikan. Landasan pendidikan akan menjadi titik tolak dalam
menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi pendidikan, memilih cara-cara
pendidikan. dst. Dengan demikian praktek pendidikan diharapkan menjadi mantap,
sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta betul-betul akan dapat
dipertanggungjawabkan.
3.1.1.
Landasan Filosofis
Pendidikan
merupakan topik yang senantiasa menarik untuk dikaji dan dikembangkan, baik
secara teoritis dan praktis maupun secara filosofis.Teori dan praktik dalam
dunia pendidikan mengalami perkembangan seiring dengan semakin meningkatnya
peradaban manusia.Kalau dahulu pendidikan dapat berlangsung melalui interaksi
antara manusia, di zaman modern ini pendidikan dapat berlangsung melalui interaksi
dengan teknologi.Dalam hal ini, ruang dan waktu seolah tidak lagi menjadi
pembatas dalam interaksi antara manusia termasuk dalam dunia pendidikan.
Realitas dalam abad ke-20, pendidikan seolah terjerembab
dalam ketersesatan lembaga penyelenggara pendidikan yang menggunakan pola pikir
linier dan arogansi dalam memetakan masa depan (Harefa, 2000). Pendidikan
terutama diorientasikan untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang
dapat digunakan dalam menjalankan tugas professional dan tugas-tugas lain dalam
kehidupan.Namun, Seiring gencarnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
dunia pendidikan pun mengalami perkembangan yang pesat.Sebagaimana adanya,
perkembangan dalam dunia pendidikan terinspirasi melalui semakin meningkatnya
kesadaran eksistensial praktisi dan pemikir pendidikan yakni hakekat diri
sebagai manusia.
Pendidikan sebagai ilmu bersifat multidimensional baik dari
segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan ontologis) maupun secara
ilmiah.Teori yang dianut dalam sebuah praktek pendidikan sangat penting, karena
pendidikan menyangkut pembentukan generasi dan semestinya harus dapat
dipertanggungjawabkan. Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi
peserta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang dididik dan memerlukan pendidikan
dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku serta pribadi
sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam wacana keindonesiaan pendidikan
semestinya berakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat Indonesia,
dan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia yang terus berubah. Menurut Kusuma
(2007), hal ini berarti bahwa sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh
orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral.
Menurut Wen (2003), di zaman yang berbeda-beda tuntutan
terhadap talenta dan spesialisasi individu juga berbeda-berbeda. Zaman
agrikulutur menuntut orang bekerja keras dan mencari nafkah lewat kerja fisik,
zaman industri menuntut standarisasi dan tidak menekankan kualitas dan talenta
individual, dan zaman internet adalah zamannya untuk membebaskan
kualitas-kualitas khusus individual yang seringkali tertindas di zaman
industri. Oleh karena itu, seharusnya sifat dan kualitas pendidikanpun berubah
sesuai zaman dan harus diletakkan landasan bagi pendidikan beraspek multi.
Berbicara tentang
landasan filosofis pendidikan berarti berkenaan dengan tujuan filosofis
suatu praktik pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian yang
dapat dilakukan untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan
menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang meliputi tiga bidang kajian yaitu
ontologi, epistimologi dan aksiologi. Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005),
landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat
pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang
sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik
dijalankan.
Landasan Filosofis
merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang
berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan itu, mengapa
pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dan
sebagainya.
Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat,
falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasaYunani, philein berarti
mencintai, dan sophos atausophis berarti hikmah,
arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh dan
konseptual yang menghasilkan konsepsi-kosnsepsi mengenai kehidupan dan dunia.
Konsepsi-konsepsi silosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada
umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu:
o Religi
dan etika yang bertumpu pada keyakinan
o Ilmu
pengetahuan yang mengandalkan penalaran. Filsafat berada dianatara keduanya:
Kawasannya seluas religi, namun lebih dekat dengan ilmu pengetahuan karena
filsafat timbul dari keraguan dan karena mengandalkan akal manusia (Redja
Mudyahardjo, et.al., 1992: 126-134.)
Tinjauan filosofis
tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta merentang
pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu. Penggunaan istilah filsafat
dapat dalam dua pendekatan, yakni:
1. Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir
ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam
memberi makna kepada ilmu pengetahuannya itu.
2. Filsafat sebagai kajian khusus yang
formal, yang mencakup logika, epistemology (tentang benar dan salah), etika
(tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), metafisika
(tentang hakikat yang “ada”, termasuk akal itu sendiri), serta social dan
politik (filsafat pemerintahan).
Kajian-kajian yang
dilakukan oleh berbagai cabang filsafat (logika, epistemology, etika, dan
estetika, metafisika dan lain-lain) akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan,
karena prinsip-prinsip dan kebenaran-kebenaran hasil kajian tersebut pada
umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam bidang
pendidikan tersebut berkaitan dengan hasil kajian antara lain tentang:
1. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai
mahluk didunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoon politicon,
homo sapiens, animal educandum, dan sebagainya.
2. Masyarakat dan kebudayaannya.
3. Keterbatasan manusia sebagai mahluk hidup
yang banyak menghadapi tantangan; dan
4. Perlunya landasan pemikiran dalam
pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan (Wayan Ardhana, 1986:
Modul1/9).
Hasil-hasil kajian
filsafat tersebut, utamnya tentang konsepsi manusia dan dunianya, sangat besar
pengaruhnya terhadap pendidikan. Beberapa aliran filsafat yaitu sebagai
berikut:
1. Naturalisme
2. Idealisme
3. Pragmatisme
Naturalisme merupakan
aliran filsafat yang menganggap segala kenyataan yang bisa ditangkap oleh panca
indera sebagai kebenaran yang sebenarnya. Aliran ini biasa pula diberi nama
yang berbeda sesuai dengan variasi penekanan konsepsinya tentang manusia dan
dunianya.
Berbeda dengan aliran diatas, Idealisme menegaskan
bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap
kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran
bersifat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai
kebenaran atau nilai sejati yang absolute dan abadi.
Pragmatisme merupakan
aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi
nilai kegunaan praktis; dengan kata lain, paham ini menyatakan yang berfaedah
itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pda kemanfaatan dari sesuatu
itu harus benar. Atau ukuran kebenaran didasarkan kepada kemanfaatan dari
sesuatu itu kepada manusia (Abu Hanifah, 1950: 136). John Dewey (dari Redja
Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144), salah seorang tokoh pragmatisme, mengemukakan
bahwa penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui lima tahap:
1. Situasi tak tentu (indeterminate
situation), yakni timbulnya situasi ketegangan didalam pengalaman yang perlu
dijabarkan secara spesifik.
2. Diagnosi, yakni mempertajam masalah
termasuk perkiraan factor penyebabnya.
3. Hipotesis, yakni penemuan gagasan yang
diperkiarakan dapat mengatasi masalah.
4. Pengujian hipotesis, yakni pelaksanaan
berbagai hipotesis dan membandingkan hasilnya serta implikasinya masing-masing
jika dipraktekkan.
5. Evaluasi, yakni mempertimbangkan hasilnya
setelah hipotesis terbaik dilaksanakan.
Oleh karena itu, bagi
paragtisme, pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan metode mengajar
yang penting adalah metode pemecahan masalah. Pengaruh aliran paragtisme
tersebut bahkan terwujud dalam gerakan pendidikan progresif atau progresivisme
sebagai bagian dari suatu gerakan reformasi sosiopolitik pada akhir abad XIX
dan awal abad XX di Amerika Serikat. Progresivisme menentang pendidikan
tradisionalis serta mengembangkan teori pendidikan dengan prinsip-prinsip
antara lain:
1. Anak harus bebas agar dapat berkembang
wajar.
2. Menumbuhkan minat melalui pengalaman
langsung untuk merangsang belajar.
3. Guru harus menjadi peneliti dan
pembimbing kegiatan belajar.
4. Harus ada kerja sama sekolah dan rumah.
5. Sekolah progresif harus merupakan suatu
laboraturium untuk melakukan eksperimentasi (Wayan Ardhana, 1986: 16-17)
Selanjutnya
perlu dikemukakan secara ringkas empat mazhab filsafat pendidikan yang besar
pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mazhab
filsafat pendidikan itu (Redja Mudyahardjo, et. Al., 1992: 144-150; Wayan
Ardhana, 1986 :14-18) adalah:
1. Esensialisme.
Esensialisme merupakan
mazhab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme
secara eklektis. Berdasarkan eklektisisme tersebut tersebut maka esensialisme
tersebut menitikberatkan penerapan prinsip idealisme atau realisme dengan tidak
meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan dasara tinjauan
yang realistic. Matematika yang sangat diutmakan idealisme, juga penting
artinya bagi filsafat realism, karena matematika adalah alat menghitung
penjumlahan dari apa-apa yang riil, materiil dan nyata
Menurut Mazhab ensesialisme, yang
termasuk the liberalarts, yaitu:
1). Penguasaan
bahasa termasuk rerorika
2).
Gramatika
3).
Kesusateraan
4).
Filsafat
5). Ilmu
kealaman
6).
Matematika
7).
Sejarah
8). Seni
keindahan (fine arts)
Contoh
penerapan: Penerapan kurikulum yang sesuai.
2. Perenialisme
Ada persama antara perenialisme dan
esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada
mata pelajaran yang poko-pokok (subject centered). Perbedaannya ialah
perenialisme menekankan keabadian teori kehikamatan, yaitu:
1). Pengetahuan
yang benar (truth)
2).
Keindahan (beauty)
3). Kecintaan
kepada kebaikan (goodness)
Oleh karena itu
dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau
perennial. Prinsip pendidikan antaralain:
1).
Konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakikat manusia tak pernah
berubah.
2).
Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan mahluk manusia yang unik,
yaitu kemampuan berpikir.
3).
Tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal.
4).
Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
5).
Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic
subjects)
Contoh
penerapan: Pembelajaran disiplin dalam pendidikan.
3. Pragmatisme dan Progresivisme
Prakmatisme adalah
aliran filsafat yang memandang segala sesuatu dari nilai kegunaan praktis, di
bidang pendidikan, aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang
pendidikan tradisional.
Progresivisme yaitu
perubahan untuk maju. Manusia akan mengalami perkembangan apabila berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya berdasarkan pemikiran. Progresivisme atau gerakan
pendidikan progresif mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada
beberapa prinsip, antara lain sebagai berikut:
1).
Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
2).
Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
3).
Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
4).
Sekolah progresif harus merupakan sebuah laboratorium untuk melakukan reformasi
pedagogis dan ekperimentasi.
Contoh penerapan:
Dalam pembelajaran Sejarah, dengan menggunakan salah satu metode rekreasi ke
musium sejarah, dan dengan begitu diharapkan sisiwa tersebut dapat menjadi
tempat belajar yang menyenangkan dan dapat membangun pengetahuan mereka
4. Rekonstruksionisme
Rekonstruksionalisme
adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam
pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang
pengalaman-pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah, tapi
haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakatbaru yang diinginkan. Dan dalam
pengertian lain. Rekonstruksionisme adalah mazhab filsafat pendidikan yang
menempatkan sekolah/lembaga pendidikan sebagai pelopor perubahan masyarakat.
3.1.2.
Landasan
Sosiologis
Manusia yang hidup berkelompok, sesuatu yang terjadi dengan yang
lain sama halnya hewan,tetapi pengelompokan pada manusia lebih rumit dari pada
hewan.pada wayan Ardhan hidup berkelompok pada hewan memiliki ciri:
o
Ada
pembagian kerja yang tetap pada anggotanya
o
Ada
ketergantungan antara anggota
o
Ada
kerjasama antara anggota
o
Ada
komunikasi antara anggota
o
Dan
adanya diskrimunasi antara individu satu dengan yang lain dalam kelompok
1. a. Pengertian tentang landasan sosiologi
Dimana suatu proses
interaksi antar dua individu,bahkan dua generasi dan memungkinkan generasi muda
untuk mengembangkan diri.sehingga melahirkan cabang cabang sosiologi antara
lain sosiologi pendidikan dan ruang lingkup yang di pelajari antara lain:
1)
Hubungan pendidikan dengan aspek masyarakat lain,yang mempelajari:
o
Fungsi
pendidikan dalam kebudayaan
o
Hubungan
sisitem pendidikan dan proses kontrol sosiala dengan sstem kekuasaan lain
o
Fungsi
pendidikan dalam memelihara dan mendorong proses sosial dan perubahan
kebudayaan
o
Hubungan
antar kelas sosial
o
Fungsional
pendidikan formal yang mencakup hubungan dengan ras,kebudayaam dan kelompok
kelompok dalam masyarakat
2)
Hubungan kemanusiaan di sekolah yang meliputi:
o
Sifat
kebudayaan dalam sekolah yang khusus dan berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah
o
Pola
interaksi dan struktur masyarakat sekolah
3)
Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya,yang mempelajari:
o
Peranan
sosial guru
o
Sifat
kepribadian guru
o
Pengaruh
kepribadian guru terhadap tingkah laju sisiwa
o
Fungsi
sosial sekolah pada sosialisasi anak anak
4)
Sekolah dalam komunitas,mempelajari pola interaksi antara sekolah dalam
komunitasnya yang meliputi:
o
Pelukisan
komunitas sekolah sepertti tampaknya dalam prganisasi sekolah
o
Analisis
tentang proses pendidikan seperti tampak pada kaum sosila tak terpelajar
o
Hubungan
antara sekolah dan komunitas dalam fungsi pendidikannya
o
Faktor
faktor demografi dan ekologi dalam organisasi sekolah
Dalam keempat nidang di atas yang di
pelajari untuk memahami pendidikan dalam masyarakat menurut Wayan
ardhan.
1. b. Masyarakat indonesia sebagai landasan
sosiologi sistem pendidikan nasional (sisdiknas)
Masyarakat sebagai
kesatuan hidup memiliki ciri utama anatara lain:
o
Adanya
interaksi antar warga warganya
o
Pola
tingkah laku yang diatur adat istiadat,hukum dan norma yang berlaku
o
Adanya
rasa identitas yang kuat dan mengikat pada warganya.
Contoh penerapan:
a) Diadakannya
kegiatan gotong royong membersihkan lingkungan sekolah.
b) Pelaksanaan piket kelas dalam bentuk kelompok yang juga mengajarkan
gotong royong dan kerjasama kepada siswa.
.
3.1.3.
Landasan
Kultural
Kebudayaan
dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sehingga kebudayaan dapat
dilestarikan/dikembang dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupan formal.
1. a. Pengertian
tentang Landasan Kultural
Kebudayaan sebagai
gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya itu akan selalu terkait
dengan pendidikan, dan dalam belajar arti luas dapat berwujud:
o
Ideal
seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya.
o
Kegiatan
yang berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
o
Fisik
yakni benda hasil karya manusia
1. b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan
Sisitem Pendidikan Nasional
Seperti yang di
kemukakakan sisdiknas, yaitu pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa
indonesia, dimana kehidupan masyarakat indonesia yang majemuk dan
akan kaya kebudayaannya dan keberadaan semua itu semakin kukuh. Oleh
karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan
yang dinamis, seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
sesuai dengan asas Bhinneka Tunggal Ika.
Contoh penerapan: Pembelajaran Pendidikan
Pancasila
3.1.4.
Landasan
Psikologis
1. a. Pengertian Landasan Psiklogis
Pemahaman
peserta didik utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan faktor
keberhasilan untuk pendididkan. Dalam maksud itu, Psikologi menyediakan
sejumlah informasi/kebutuhan tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya
serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.
Seperti
di kemukakakn teori A.maslow kategori kebutuhan menjadi enam kategori meliputi:
o Kebutuhan fisiologis: kebutuhan
memmpertahankan hidup (makan, tidur, istrahat dan sebagainya)
o Kebutuhan rasa aman: kebutuhan terus
nenerus merasa aman dan bebasdari ketakutan
o Kebutuhan akan cinta dan
pengakuan:kebutuhan rasa kasih sayang dalam kelompok
o Kebutuhan akan alkuturasi diri:kebutuhan
akan potensi potensi yang di miliki
o Kebutuhan untuk mengetahui dan di
pahami:kebutuhan akan berkaitan dengan penguasaan iptek
1. b.
Perkembangan peserta didik sebagai landasan psikologis
Perkembangan
manusia berlangsung sejak konsepsi (pertemuan ovum dan sperma) sampai saat
kematian, sebagai perubahan maju (progresif) ataupun kadang-kadang kemunduran
(regresif).
Salah
satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan
perkembangan kepribadian, utamanya agar dapat diwujudkan kepribadian yang
mantap dan mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat, namun dapat dikemukakan
beberapa prinsip umum kepribadian. Disebut sebagai prinsip prinsip umum karena:
o Prinsip tersebut yang dikemukakan dengan
variasi tertentu dalam berbagai teori kepribadian.
o Prinsip itu akan tampak bervariasi pada
kepribadian manusia tertentu (sebab: kepribadian itu unik)
Terdapat
dua hal kepribadian yang penting di tinjau dari konteks perkembangan
kepribadian, yakni:
o Terintegrasinya seluruh komponen ke dalam
struktur yang teroganisir secara sistematik.
o Terjadi tingkah laku yang konsisiten
dalam menghadapi lingkungan.
Contoh penerapan:
a) Adanya guru
bimbingan konseling untuk menyelesaikan masalah siswa.
b) Kebijakan untuk
mengumumkan juara di sekolah setelah ujian kenaikan kelas, sebagai penghargaan
kepada siswa berprestasi dan juga motivasi untuk siswa lainnya.
c) Pemberian beasiswa
kepada siswa yang memiliki prestasi tinggi.
3.1.5. Landasan
Ilmiah
dan Teknologis
Seperti
yang kita ketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata
lain, pendidikan sangat berperan penting dalam pewarisan dan pengembangan
iptek.
o
Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK)
Terdapat beberapa istilah yang perlu
dikaji agar jelas makna dan kedudukan masing-masing yakni pengetahuan, ilmu
pengetahuan, teknologi. Pengetahuan (knowledge) adalah segala sesuatu
yang diperoleh melalui berbagai cara pengindraan terhadap fakta, penalaran
(rasio), intuisi, dan wahyu.
o
Perkembangan Iptek sebagai Landasan Ilmiah
Iptek merupakan salah
satu hasil dari usaha manusia untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, yang
telah dimulai pada permulaan kehidupan manusia. Bukti historis menunjukkan
bahwa usaha mula bidang keilmuan yang tercatat adalah oleh bangsa Mesir purba,
dimana banjir tahunan sungai Nil menyebabkan berkembangnya system almanac,
geometri dan kegiatan survey.
Contoh penerapannya:
a) Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap
muka. Selama ini, proses pembelajaran yang kita kenal yaitu adanya pembelajaran
yang disampaikan hanya dengan tatap muka langsung, namun dengan adanya kemajuan
teknologi, proses pembelajaran tidak harus mempertemukan siswa dengan guru,
tetapi bisa juga menggunakan jasa pos Internet dan lain-lain.
b) Adanya sistem pengolahan data hasil penilaian yang menggunakan pemamfaatan
Teknologi.
3.1.6.
Landasan Yuridis / Hukum Pendidikan
di Indonesia
Landasan
yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak system pendidikan Indonesia,
yang menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia, Ketetapan MPR, Undang-Undang Peraturan Pemerintah
pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, peraturan
pelaksanaan lainnya, seperti peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan
lain-lain.
Kata
landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Sementara
itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Landasan
hukum pendidikan dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau
titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan. Beberapa peraturan
perundang-undangan yang mengatur pendidikan antara lain :
- Undang-Undang
Dasar 1945 terutama pasal 31
- Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
- Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
- PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
- PP
Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
- PP
Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru
- Permendiknas
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
- Permendiknas
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
- Permendiknas
Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaaan Permendiknas Nomor 22 dan 23
Tahun 2006.
- Permendiknas
Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006.
- Kepmendiknas Nomor 044/U/2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Contoh
penerapannya:
a)
Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional dengan standar nilai.
b)
Keputusan kenaikan kelas dilakukan satu tahun sakali.
c)
Penerapan UU Guru dan Dosen
3.1.7.
Landasan Religius
Pendidikan
adalah suatu usaha disengaja yang diperuntukan dalam upaya untuk mengantarkan peserta
didik menuju pada tingkat kematangan atau kedewasaan, baik moral maupun
intelektual.Pendidikan tidak semata-mata hanya berorientasi pada cita-cita
intelektual saja.Namun tidak melupakan nilai-nilai ketuhanan, individual dan
social. Artinya, proses pendidikan disamping akan menuntuk dan memancing
potensi intelektual seseorang, juga menghidupkan dan mempertahankan unsur
manusiawi dalam dirinya dengan landasan iman dan takwa.
Oleh
karena itu, A. Tafsir (2008: 11-12), menjelaskan bahwa pendidikan agama itu
tidak akan berhasil bila hanya diserahkan kepada guru agama. Dia mengatakan
pendidikan keimanan dan ketakwaan, inti dari pendidikan agama, itu adalah
tugas bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Dalam arti bahwa
perlu adanya keterpaduan, baik keterpaduan tujuan, materi, proses, dan lembaga.
Dengan
adanya undang-undang dan fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan,
menjadikan agama sebagai suatu yang wajib untuk dijadikan landasan dalam proses
pendidikan, baik di tingkat dasr maupun menengah, dan bahkan sampai ke
perguruan tinggi.
Contoh
penerapannya:
a)
Pembelajaran agama untuk mendidik akhlak siswa.
b)
Kegiatan infaq dan zakat mendidik siswa untuk berbagi dengan sesama atas dasar
Al-Qur’an dan Sunah
3.2. Asas-Asas
Pendidikan dan Penerapannya di Indonesia
Asas-asas pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar
atau tumpukan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan
pendidikan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat
dididik dan dapat mendidik diri sendiri. Sistem pendidikan Indonesia mengenal
adanya tiga asas-asas pendidikan. Asas yang pertama adalah asas Tut Wuri
Handayani (berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti ‘Jika di belakang
mengawasi dengan awas’).Asas pendidikan yang kedua adalah asas ‘Belajar
Sepanjang Hayat;’ sedang asas yang terakhir adalah asas ‘Kemandirian dalam
Belajar.’
3.2.1.
Asas Tut Wuri Handayani
Sebagai
asas pertama, Tut Wuri Handayani merupakan inti dari sitem Among perguruan.
Asas yang dikumandangkan oleh Ki Hajar Dwantara ini kemudian dikembangkan oleh
Drs. R.M.P. Sostrokartono dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing
Ngarsa Sung Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa.
Kini ketiga semboyan
tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas yaitu:
o
Ing
Ngarsa Sung Tulada ( jika di depan menjadi contoh).
o
Ing
Madya Mangun Karsa (jika ditengah-tengah memberi dukungan dan membangkitkan
semangat).
o
Tut
Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan/mengikuti dengan awas).
Contoh
penerapannya:
1. Peserta didik mendapat kebebasan untuk
memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di sema jenis, jalur, dan
jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya
dalam masyarakat. Peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri.
2. Peserta didik mendapat kebebasan untuk
memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri
untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya.
3. Peserta didik memiliki kecerdasan yang
luar biasa diberikan kesempatan untuk memasuki program pendidikan dan
ketrampilan sesuai dengan gaya dan irama belajarnya.
4. Peserta didik yang memiliki kelainan
atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan
ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi
manusia yang mandiri.
5. Peserta didik di daerah terpencil
mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat
berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai
manusia yang mandiri, yang beragam dari potensi dibawah normal sampai jauh
diatas normal
3.2.2.
Asas Kemandirian dalam Belajar
Asas
belajar sepanjang hayat (life long learning) merupakan sudut pandang dari sisi
lain terhadap pendidikan seumur hidup (life long education). Kurikulum yang
dapat meracang dan diimplementasikan dengan memperhatikan dua dimensi yaitu
dimensi vertikal dan horisontal.
1. Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah
meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan
keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan.
2. Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah
yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di
luar sekolah.
Contoh
penerapannya:
1.
Adanya kegiatan evaluasi diri (self evaluation) yang dilakukan oleh siswa
sendiri.
2.
Siswa/peserta didik mempunyai kesempatan untuk ikut menentukan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.
3.
Siswa/peserta didik boleh ikut menentukan bahan belajar yang ingin
dipelajarinya dan cara mempelajarinya.
4. Siswa/peserta didik mempunyai kebebasan
untuk belajar sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5.
Siswa/peserta didik dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan
untuk menilai kemajuan belajarnya.
3.2.3.
Asas Belajar sepanjang Hayat
Baik asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara
langsung erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada prinsipnya
bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri dalam
belajar.
Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apa bila didasarkan pada asumsi bahwa
peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin
seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan
guru ataupun orang lain.
Perwujudan asas
kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan guru dalam peran utama sebagai
fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: informator, organisator
dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan mengatur
berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu.
Contoh
penerapanya:
Pendidikan sepanjang hayat dapat di
jabarkan ke dalam program – program pendidikan sekolah dan luar sekolah. Dalam
prakteknya, program – program dalam pendidikan luar sekolah di pandang oleh
pakar – pakar pendidikan lebih mampu mengembangkan kehadiranya untuk
mengkondisikan tumbuhnya kesadaran, minat dan kesadaran masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan belajar yang berkesinambungan. Melalui berbagai kegiatan
pendidikan atau luar sekolah seperti belajar dalam kelompok sebaya (peer
groups). Upaya peningkatan taraf hidup keluarga, belajar di perpustakaan, dan
kegiatan belajar dalam lingkungan kerja, belajar di lembaga dan masyarakat
memungkinkan setiap orang dapat terlibat secara langsung dalam proses
pendidikan sepanjang hayat.
3.1. Kesimpulan
Pendidikan
selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak segera tampak.Diperlukan
satu generasi untuk melihat suatu akhir dari pendidikan itu.Oleh karena itu
apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat kegagalan, pada umumnya sudah
terlambat untuk memperbaikinya.Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu
dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah
landasan dan asas pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
http://edukasi.kompasiana.com/2015/09/10/landasan-pendidikan-di-indonesia/
http://mahmuddin.wordpress.com/2015/09/10/landasan-filosofi-pendidikan-pengantar/
http://khotneeda.blogspot.com/2015/09/10/landasan-psikologis-sosiologis-kultural.html
http://himcyoo.wordpress.com/2015/09/10//landasan-yuridis-pendidikan/
http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_3.htm
http://www.mukminun.com/2015/09/10//asas-asas-pendidikan-indonesia-dan.html
http://adisastrajaya.blogspot.com/2015/09/10/landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta.html
http://yandiyulio.wordpress.com/2015/09/10/landasan-pendidikan/
Umar
Tirtaraharja. 2010. Pengantar Pendidikan.
Jakarta