KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSIONAL DAN
KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA
SMA AL-YASINI KRATON
Saifi Athoillah, Etta Mamang Sangadji, Nunuk Indarti
Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Pasuruan
saifiathoillah.sa@gmail.com
Abstrak: Untuk mengetahui tingkat kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar siswa, untuk
mengetahui tingkat kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa dan untuk mengetahui pengaruh positif dan signifikan
secara parsial maupun simultan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian
ini termasuk pada penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan
deskriptif dan hubungan kausalitas. Penelitian
ini dilaksanakan di SMA Al-Yasini Kraton Jl. Pondok Pesantren Terpadu Al-Yasini
Ngabar Kraton Pasuruan. Penelitian ini
akan dilakukan kurang lebih satu bulan, yaitu bulan Mei 2019 dengan cara
menggunakan metode dokumentasi dan kuesioner kepada siswa kelas X dan XI IPS
SMA Al-Yasini Kraton. Subyek penelitian
ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton. Diketahui tingkat kecerdasan emosional adalah
tinggi, tingkat kecerdasan spiritual siswa adalah sangat tinggi, sedangkan
tingkat prestasi belajar siswa adalah baik. Diketahui terdapat pengaruh positif dan signifikan
kecerdasan emosional secara parsial dengan prestasi belajar siswa, terdapat
pengaruh positif dan signifikan kecerdasan spiritual secara parsial dengan
prestasi belajar. Diketahui terdapat pengaruh positif dan signifikan kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual secara simultan dengan prestasi belajar siswa mata
pelajaran ekonomi kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton Tahun Pelajaran
2018/2019. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara parsial maupun
simultan.
Kata kunci: Kecerdasan
Emosional, Kecerdasan Spiriual, Prestasi Belajar
Pendahuluan: Prestasi belajar merupakan hasil
pengukuran terhadap peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran dalam
periode tertentu yang dapat diukur menggunakan instrumen yang relevan. Banyak
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, ada yang dari dalam diri (internal)
dan ada yang dari luar diri (eksternal).
Pendidikan
merupakan salah satu komponen utama dalam hidup ini dan tidak bisa dilepaskan
dari aktifitas sosial manusia. Mengapa demikian? Karena pendidikan adalah salah
satu faktor yang paling utama dalam menjembadani manusia untuk meraih suatu
pengetahuan dari yang tidak bisa menjadi bisa, dari yang belum tahu menjadi
lebih tahu dan mengerti. Oleh karena itu, keberadaan sekolah, madrasah,
perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya, baik formal maupun informal
sangatlah penting dan menjadi faktor yang paling dominan sekaligus mendukung
demi terciptanya suatu kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan tidak hanya
menjadikan manusia itu pandai secara intelektual (IQ) saja melainkan juga
pandai dalam mengaplikasikan dan menerapkan pengetahuannya secara benar dan
tepat guna, sekaligus menjadikan kepribadiannya lebih stabil, kondisional dalam
berinteraksi terhadap masyarakat luas dan matang secara emosional (EQ) dan
spiritualnya (SQ). Goleman (2005:512) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi atau emotional
intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan diri dan perasaan
orang lain, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan
Emosioanal (berpikir asosiatif) adalah jenis kecerdasan yang dapat berinteraksi
dengan pengalaman dan dapat terus berkembang melalui pengalaman atau
eksperimen. EQ dapat mempelajari cara-cara baru melalui pengalaman yang belum
pernah dilakukan sebelumnya, dan juga merupakan jenis pemikiran yang dapat
mengenali nuansa dan ambiguitas. Kelemahan kecerdasan emosional adalah lambat
dalam belajar, tidak akurat, dan cenderung terikat kebiasaan atau pengalaman.
Dengan
demikian dalam berinteraksi dengan orang lain perlu adanya pengenalan diri,
mengenali perasaan sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi dan mengelola
emosi secara matang. Sedangkan kemampuan lain seperti kecerdasan spiritual dan
intelektual juga dibutuhkan oleh seseorang untuk menjamin kehidupannya, seperti
yang dikatakan oleh bapak Ary Ginanjar (Penggagas ESQ Model ) bahwa untuk
menjadi manusia paripurna dibutuhkan 3 kecerdasan yaitu emosioanl (EQ),
intelektual (IQ), dan spiritual (SQ) yang terintegrasi secara konsisten dan
komprehensif. Ary Ginanjar (2001) menjelaskan kecerdasan emosional adalah
sebuah kemampuan untuk mendengarkan bisikan emosi dan menjadikannya sebagai
sumber informasi maha penting untuk memahami diri sendiri dan orang lain demi
mencapai sebuah tujuan. Sedangkan menurut Danah Zohar dan Ian Marshall (dalam
buku ary Ginanjar) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk
menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan
perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih
bermakna dibandingkan dengan yang lain. Menurut Stephen R. Covey, IQ adalah
kecerdasan manusia yang berhubungan dengan mentalitas, yaitu kecerdasan untuk
menganalisis, berfikir, menentukan kualitas, berfikir abstrak, bahasa,
visualisasi, dan memahami sesuatu. IQ adalah alat kita untuk melakukan sesuatu
letaknya di otak bagian korteks manusia. Kemampuan ini pada awalnya dipandang
sebagai penentu keberhasilan seseorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ
tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan
keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan
juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan
individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh
individu yang ber IQ tinggi.
Ketidakpuasan
terhadap konsepsi IQ sebagai konsep dari kecerdasan seseorang telah melahirkan
konsepsi yang memerlukan riset yang panjang serta mendalam. Daniel Goleman
mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidakpuasan manusia jika
dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan
ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional.
Disamping itu, Daniel Goleman mempopulerkan pendapat para pakar teori
kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara
aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan
kecerdasan yang konvensional tersebut.
Komponen
utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi,
pengaturan diri, empati, dan keahlian sosial. EQ lebih mengarah kepada rasa,
jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak
akan mampu menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif,
karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan 80% kecerdasan lainnya termasuk EQ.
Kecerdasan
spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang
mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya
berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika
hati telah tenang (EQ) akan memberikan sinyal untuk menurunkan kerja simpatis
menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka
individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam
mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kemanusiaan
tidak cukup hanya dengan IQ dan EQ, melainkan kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing
kecerdasan lain. Kini tidak cukup orang dapat sukses berkarya hanya dengan
kecerdasan kecerdasan rasional (yang bekerja dengan rumus dan logika kerja),
melainkan orang perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira, dapat
bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggung jawab dan life
skill lainnya. Hakikat mengembangkan kecerdasan spiritual agar ia merasa
bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang
menjajahnya. Karena itu sesuai dengan pendapat Covey diatas bahwa “SQ merupakan
kunci utama kesadaran dan dapat membimbing kecerdasan lainnya”.
Dari
beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa disamping memperhatikan
faktor EQ dalam pembelajaran di sekolah yang terkait dengan kemampuan siswa,
kita juga harus mengoptimalkan kecerdasan siswa yang lain yaitu kecerdasan
emosional dan kecerdasan spritiual. Sejalan dengan pendapat Yusuf (2001:54)
bahwa “sekolah merupakan lembaga pendidika formal yang secara sistematis melaksanakan
program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar
mampu mngembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral spiritual,
intelektual, emosional, maupun sosial”. Menurut Nggermanto (2002:98) kecerdasan
emosi seseorang dapat dikembangkan lebih baik, lebih menantang, dan lebih
prospek dibanding IQ. Kecerdasan emosi dapat diterapkan secara luas untuk
bekerja, belajar, mengajar, mengasuh anak, persahabatan, dan rumah tangga.
Lebih jauh lagi pengembangan kecerdasan emosional membuka pintu bagi kemajuan
kecakapan manusia yang lebih substansional yaitu kecerdasan spiritual.
Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program
bimbingan. SMA Al-Yasini Kraton merupakan sekolah formal yang berada di
lingkungan pondok pesantren Al-Yasini. Dalam pembelajarannya tidak hanya materi
pembelajaran yang diajarkan tetapi juga kecakapan emosional dan spiritual
karena semua siswanya mukim di pondok. Siswa SMA memiliki spiritual yang tinggi
karena di pondok diajarkan bagaimana menjadi seorang muslim yang taat dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kegiatan di pondok sangat
padat karena mulai jam 03.00 subuh WIB baru bangun untuk mujahadah, beberapa
kegiatan dan selesai sampai jam 22.30 WIB jam tidur. Semua kegiatan berhubungan
dengan keagamaan dan sekolah formal. Siswa dididik untuk tepat waktu dalam
melaksanakan semua kegiatan tersebut. Maka dari itu siswa memiliki kesabaran,
kedisiplinan yang tinggi, dan ketaqwaan yang tinggi pula. Sebelum memulai
pembelajaran siswa selalu berdoa dan sesudah melakukan kegiatan, selalu
menunjukkan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, toleransi
dan percaya diri yang menigkat.
Berdasarkan
permasalahan di atas maka peneliti ingin mengadakan penelitian yang berjudul
“Kontribusi Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi
Belajar Siswa Kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton”. Penelitian ini
dilaksanakan di SMA Al-Yasini Kraton karena belum ada penelitian yang mengukur
tingkat EQ dan SQ siswa sekolah tersebut. Selain itu Guru mata pelajaran
Ekonomi Kelas X dan XI disamping mengajar, di dalam proses kegiatan
belajar-mengajar di kelas juga menanamkan keterampilan emosional dan
pembelajaran yang bermakna sehingga terjadi proses belajar yang menyenangkan
bagi siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa di Kelas X dan XI
IPS, mereka berpendapat mereka senang dengan cara mengajar guru mereka yang
tidak hanya menyampaikan materi tetapi juga mengajarkan kecakapan lain seperti
kecerdasan emosional yang juga berkaitan dengan mata pelajaran ekonomi.
Manfaat Penelitian: Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai
berikut : Manfaat Teoritis: Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang relevan sebagai bahan kajian mengenai penjabaran kontribusi
kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa.
Diharapakan dapat dikembangkan pada solusi pemecahan masalah lain yang terkait
sehingga nantinya dapat mencapai suatu hasil yang maksimal bagi pengembangan
prestasi siswa, penelitian ini bisa menjadikan bahan masukan untuk kepentingan
pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang berkepentingan guna menjadikan
penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau objek lainnya, yang masih
berkaitan dengan kontribusi kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
terhadap prestasi belajar siswa yang belum tercakup dalam penelitian ini. Manfaat
Praktis: Manfaat Bagi Mahasiswa, Manfaat bagi mahasiswa diharapkan berguna
untuk meningkatkan hasil dari belajar serta solidaritas antar mahasiswa untuk
mengembangkan wawasan dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau
dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis. Manfaat
bagi guru SMA Al-Yasini Kraton penelitian ini bermanfaat sebagai masukan supaya
dapat membantu siswa untuk mengoptimalkan kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki
siswa serta dapat menerapkan metode pembelajaran yang dapat mengasah potensi
siswa secara efektif. Maanfat bagi
peneliti untuk menambah wawasan dan memperdalam bidang pendidikan yang
berkaitan dengan psikologi siswa yang juga berpengaruh pada proses
pembelajaran. Penelitian ini di harapkan dapat dijadikan
bahan acuan atau referensi bagi penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan
kontribusi kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap prestasi
belajar siswa.
Tujuan Penelitian: Sesuai
dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut : Untuk mengetahui
tingkat kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa kelas X dan XI IPS
SMA Al-Yasini Kraton. Untuk mengetahui
tingkat kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa kelas X dan XI IPS
SMA Al-Yasini Kraton. Untuk mengetahui
pengaruh positif dan signifikan secara parsial maupun simultan kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa kelas X dan
XI IPS SMA Al-Yasini Kraton.
Hipotesis Penelitian: Sugiono (2013:96), menyatakan bahwa hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan
masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena
jawaban yang diberikan baru didasarkan teori. Hipotesis dirumuskan atas dasar
kerangka berfikir yang merupakan jawaban sementara atas masalah yang
dirumuskan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut : Ha1
: ada pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi belajar siswa kelas X dan
XI IPS SMA Al-Yasini Kraton. Ha2
: ada pengaruh kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa kelas X dan
XI IPS SMA Al-Yasini Kraton. Ha3
: ada pengaruh positif dan signifikan secara parsial maupun simultan kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa kelas X dan
XI IPS SMA Al-Yasini Kraton.
Asumsi Penelitian: Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: Siswa SMA
Al-Yasini Kraton memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi dikarenakan lingkup
dari siswa adalah dilingkungan pondok pesantren. Pada
penelitian ini peneliti menganggap siswa laki-laki dan perempuan memiliki
tingkat kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang sama.
Pengertian Kecerdasan Emosional: Istilah kecerdasan emosional muncul secara
luas pada pertengahan tahun 1990-an. Sebelumnya Gardner (Goleman, 2009:51-53)
mengemukakan 8 kecerdasan pada manusia (kecerdasan majemuk). Menurut Goleman
(2009:50) menyatakan bahwa kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Gardner
adalah manisfestasi dari penolakan akan pandangan intelektual quotient (IQ).
Salovey (Goleman, 2009:57), menempatkan kecerdasan pribadi dari Gardner sebagai
definisi dasar dari kecerdasan emosional. Kecerdasan yang dimaksud adalah
kecerdasan antara pribadi dan kecerdasan intrapribadi.
Sejalan
dengan itu, Robert dan Cooper (Ary Ginanjar Agustian, 2001:44) mengungkapkan
bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, emosi, koneksi dan
pengaruh yang manusiawi. Individu yang mampu memahami emosi individu lain,
dapat bersikap dan mengambil keputusan dengan tepat tanpa menimbulkan dampak
yang merugikan kedua belah pihak. Emosi dapat timbul setiap kali individu
mendapatkan rangsangan yang dapat mempengaruhi kondisi jiwa dan menimbulkan
gejolak dari dalam. Emosi yang dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan untuk
mendukung keberhasilan dalam berbagai bidang karena pada waktu emosi muncul,
individu memiliki energi lebih dan mampu mempengaruhi individu lain. Segala
sesuatu yang dihasilkan emosi tersebut bila dimanfaatkan dengan benar dapat
diterapkan sebagai sumber energi yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas,mempengaruhi orang lain dan menciptakan hal-hal baru.
Komponen-komponen Kecerdasan
Emosional: Sampai sekarang belum ada alat ukur yang
dapat digunakan untuk mengukur kecerdasan emosi seseorang. Walaupun demikian,
ada beberapa ciri-ciri yang mengindikasi seseorang memiliki kecerdasan
emosional. Goleman (2009:45) menyatakan bahwa secara umum ciri-ciri seseorang
memiliki kecerdasan emosi adalah mampu memotivasi diri sendiri, bertahan
menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar beban stres tidak melumpuhkan
kemampuan berfikir serta berempati dan berdoa.
Lebih lanjut Goleman (2009:58) merinci lagi aspek-aspek kecerdasan emosi secara khusus sebagai berikut:
Mengenali
emosi diri, yaitu kemampuan individu yang berfungsi untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul. Ketidakmampuan untuk
mencermati perasaan yang sesungguhnya
menandakan bahwa orang berada dalam kekuasaan emosi. Kemampuan mengenali diri sendiri meliputi kesadaran diri. Mengelola
emosi, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan
akibatakibat yang timbul karena
kegagalan ketrampilan emosi dasar. Orang
yang buruk kemampuan dalam ketrampilan ini akan terus menerus bernaung melawan perasaan murung,
sementara mereka yang pintar akan
dapat bangkit kembali jauh lebih cepat. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan kembali. Memotivasi
diri sendiri, yaitu kemampuan untuk mengatur emosi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan sangat penting untuk memotivasi dan menguasai diri. Orang
yang memiliki keterampilan ini cenderung
jauh lebih produktif dan efektif dalam upaya apapun yang dikerjakannya. Kemampuan ini didasari oleh kemampuan mengendalikan
emosi, yaitu menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Kemampuan ini meliputi: pengendalian dorongan hati, kekuatan berfikir
positif dan optimis. Mengenali Emosi
Orang Lain, kemampuan ini disebut empati, yaitu kemampuan yang bergantung pada
kesadaran diri emosional, kemampuan
ini merupakan keterampilan dasar dalam bersosial. Orang empatik lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang
dibutuhkan orang atau dikehendaki orang
lain. Membina Hubungan, Seni
membina hubungan sosial merupakan keterampilan
mengelola emosi orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi. Menurut
Goleman (dalam Uno, 2006:89-90) Orang yang memiliki kecakapan dorongan untuk
berprestasi mempunyai ciri-ciri berikut, berorientasi pada hasil dengan
semangat juang tinggi untuk meraih tujuan. Empati
merupakan suatu kemampuan untuk ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain, mampu memahami perspektif mercka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Empati
meliputi memahami orang lain, orientasi pelayanan, pengembangan orang lain,
mengatasi keragaman. Goleman menjelaskan secara rinci sebagai berikut.
Menurutnya orang yang memiliki kecakapan dalam memahami orang lain adalah
mereka yang memiliki keterampilan memperhatikan isyarat-syarat emosi dan
mendengarkannya dengan baik, menunjukkan kepekaan dan pemahaman terhadap
perspektif orang lain.
Keuntungan Kecerdasan Emosional: Menurut Suharsono 2002109 ada banyak
keuntungan bila seseorang memiliki kecerdasan emosional yang memadai
diantaranya yaitu: Kecerdasan
emosional jelas mampu menjadi alat untuk pengendalian diri sehingga seseorang
tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan bodoh yang merugikan dirinya
sendiri maupun orang lain. Kecerdasan
emosional bisa diimplementasikan sebagai cara yang sangat baik untuk memasarkan
atau membesarkan ide, konsep atau bahkan sebuah produk dengan pemahaman diri
kecerdasan emosional juga menjadi cara terbaik dalam membangun lobby, jaringan,
dan kerja sama. Kecerdasan emosional adalah modal penting
bagi seseorang untuk mengembangkan bakat kepemimpinan dalam bidang apapun juga.
Meskipun kecerdasan emosional tidak secara langsung meningkatkan IQ tetapi
peranan yang dimainkan dalam kehidupan sangat jelas, terutama ketika anak-anak
mulai dewasa. Dapat diibaratkan IQ yang tinggi adalah suatu senjata tajam, ia
akan menjadi efektif apabila digunakan oleh orang yang tepat dan tidak
disalahgunakan.
Pengertian Kecerdasan Spiritual: Kecerdasan individu tidak hanya dilihat
dari kecerdasan intelektualnya saja akan tetapi juga dari kecerdasan emosinya
dan kecerdasan spiritualnya. Setelah kecerdasan intelektual dan kecerdasan
emosi maka ditemukan kecerdasan yang ketiga yaitu kecerdasan spiritual yang diyakini
sebagai kecerdasan yang mampu memfungsikan kecerdasan intelektual dan
kecerdasan emosi secara efektif dan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan
tertinggi (Zohar dan Marshall, dalam Sukidi 2004:36). Zohar
dan Marshal (2007:4) mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan
untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih
luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Ary
Ginanjar Agustian (2001:57) menekankan
bahwa kecerdasan spiritual adalah perilaku atau kegiatan yang kita lakukan
merupakan ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian, kecerdasan spiritual menurut
Ary Ginanjar Agustian, haruslah disandarkan kepada Tuhan dalam segala aktivitas
kehidupan untuk mendapatkan suasana ibadah dalam aktivitas manusia. Inilah yang
membedakan pengertian Ary Ginanjar Agustian dengan Danah dan Ian yakni adanya
unsur ibadah dan penyandaran hanya kepada Allah dalam kehidupan manusia.
Komponen Kecerdasan Spiritual: Menurut psikolog
University of California, Davis Robert Emmons sebagaimana menurut David G.
Myers (2003) dalam Efendi (2005:244-245) komponen-komponen kecerdasan spiritual
sebagai berikut: Kemampuan untuk mentrandensikan yang fisik dan material, orang-orang yang sangat spiritual menyerap sebuah realitas yang melampaui
materi dan fisik. Senantiasa menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap gerak
tubuhnya, bahkan dalam setiap tarikan napasnya. Kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari, Orang-orang yang
cerdas secara spiritual memiliki kemampuan untuk memberi makna sakral atau
illah pada berbagai aktivitas, peristiwa, dan hubungan sehari-hari. Kesadaran
ini sangat membantu seseorang untuk mengangkat aktivitasnya ke dataran yang
lebih bermakna. Kemampuan untuk
mengalami kondisi-kondisi kesadaran yang memuncak, orang-orang yang cerdas secara spiritual mengalami ekstase spiritual.
Mereka sangat perseptif terhadap pengalaman mistis. Kemampuan untuk menggunakan potensi-potensi
spiritual untuk memecahkan berbagai masalah transformasi spiritual sering kali mengarahkan
orang-orang untuk memprioritaskan ulang berbagai tujuan. Orang-orang yang
memiliki kualitas spiritual yang tinggi
tidak hanya mengandalkan rasio dan emosi saja saat menghadapi persoalan hidup la akan merujuk kepada
hal-hal yang bersifat spiritual seperti kitab suci, nasihat yang baik. Kemampuan untuk terlihat dalam berbagai kebajikan, orang-orang yang cerdas spiritual memilih kemampuan lebih untuk
menunjukkan pengampunan, mengungkapkan rasa terima kasih, merasakan kerendahan hati, dan menunjukkan rasa kasih. Dalam lingkup pendidikan kualitas kecerdasan
spiritual harus diinternalisasikan baik bagi pendidik maupun peserta didik
melalui penanaman nilai-nilai spiritualitas dengan cara keteladanan.
Nilai-nilai tersebut adalah kejujuran, keadilan, kebersamaan, kesetiakawanan
sosial. Semakin baik dalam kejujuran dan keteladanan moral maka kualitas
kecerdasan spiritual akan semakin baik secara kualitatif (Sukidi, 2004: 88-89).
Pentingnya Kecerdasan Spiritual: Sukidi (2002:68)
mengungkapkan ada lima hal yang menunjukkan keunggulan SQ, dibandingkan dengan
dimensi kecerdasan yang lainnya, yaitu: Mampu mengungkapkan aspek yang bersifat asasi dan yang fitrah pada
struktur kecerdasan manusia, sehingga SQ merupakan pondasi yang diperlukan
untuk mengefektifkan fungsi kecerdasan intelektual dan emosional. Dengan kecerdasan spiritual lengkaplah aspek
kecerdasan manusia, karena IQ pada dasarnya hanya terkait dengan pikiran
sementara sedangkan kecerdasan emosional lebih dekat dengan tubuh, dengan
kecerdasan spiritual kawasan jiwa atau spirit diakses untuk mengembangkan
kemampuan manusia. Dengan SQ dapat dicapai kesehatan jiwa dan dibangkitkan spirit hidup
manusia. Bila SQ
tercapai, manusia dalam peran hidupnya secara sosial perlu menumbuhkan
kedamaian spiritual. Setelah kedamaian tercapai, tahap berikutnya manusia perlu menumbuhkan
kebahagiaan spiritual sebagai kebutuhan asasi manusia, kebahagiaan yang
dimaksud hanya dapat dicapai melalui peningkatan kecerdasan spiritual.
Pengertian Prestasi Belajar Menurut
Sumadi Suryabrata (2006: 25), menyatakan bahwa “Prestasi belajar adalah hasil
yang dicapai dari suatu latihan,
pengalaman yang harus didukung oleh kesadaran”. Hal senada dikemukakan
Winkel (2004: 15) bahwa prestasi belajar adalah “Hasil usaha yang dapat
dicapai siswa setelah melakukan proses belajar yang berlangsung dalam interaksi
subjek dengan lingkungannya yang akan disimpan atau dilaksanakan menuju
kemajuan”. Menurut Muhibbin Syah (2010: 144-145),
“Prestasi belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dalam sebuah program”. Jadi prestasi belajar merupakan
kemampuan nyata seseorang sebagai hasil dari melakukan usaha kegiatan tertentu
dan dapat diukur hasilnya. Dari
pendapat di atas, pengertian tersebut menunjukkan bahwa Prestasi Belajar
Ekonomi merupakan suatu kemampuan siswa dalam menguasai pengetahuan, sikap dan
keterampilan baik mempelajari, memahami dan mampu mengerjakan atau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dari materi pelajaran ekonomi di sekolah. Nilai
merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau
prestasi belajar siswa selama masa tertentu dalam bentuk skor yang diperoleh
dari hasil tes.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Prestasi Belajar: Prestasi belajar
siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik berasal dari dirinya (intern)
maupun dari luar dirinya (ekstern). Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakekatnya
merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor tersebut. Oleh karena itu,
pengenalan guru terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa mencapai prestasi yang
seoptimal mungkin dengan kemampuan masing-masing. Menurut
Slameto (2010: 54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah
sebagai berikut: Faktor Intern: Faktor
jasmaniah (fisiologi), baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh, yang termasuk
faktor ini adalah kesehatan dan cacat tubuh. Faktor psikologis, baik yang
bersifat bawaan maupun yang diperoleh, terdiri atas: intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan. Faktor
kelelahan, baik jasmani maupun rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah
lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan
untuk membaringkan tubuh. Sedangkan
kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan untuk
menghasilkan sesuatu hilang. Faktor
Ekstern: Faktor keluarga, diantaranya adalah: cara
orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Faktor
sekolah, diantaranya adalah: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah. Standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar,
tugas rumah. Faktor masyarakat, terdiri atas: kegiatan
siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat.
Pengaruh Kecerdasan Emosioanal
Terhadap Prestasi Belajar Siswa: Paparan
tentang hubungan kecerdasan emosional ini disampaikan oleh Goleman (2005:137).
Sesuai dengan penemuan tentang unsur lain kecerdasan emosional, hanya ada
hubungan yang tak seberapa antara skor pengukuran ketajaman empatik ini dan
skor SAT atau IQ ataupun tes prestasi akademik. Menurut
Elias, dkk (2003:48)"kemarahan, frustasi, kecemasan, kesedihan dan
emosi-emosi kuat sejenisnya mengganggu pembelajaran remaja (sebetulnya mengganggu
pembelajaran siapa saja). Misalnya ketika anak-anak mendengar kata-kata
menyakitkan dari orang tua, mereka sulit berfokus pada tanggung jawab mereka
baik di sekolah, di rumah, ataupun di tempat kerja. Masih menurut Elias dkk
(2003:49) keterampilan-keterampilan seperti mengendalikan perilaku impulsif,
berhubungan positif dengan orang lain secara perseorangan dan kelompok, dan
mengembangkan empati dan kemampuan memahami perspektif orang lain merupakan
keterampilan yang penting untuk meningkatkan prestasi sekolah, karier dan kehidupan. Menurut
parah ahli psikologi, kecerdasan emosional (EQ) berpengaruh sebesar 80 %
terhadap keberhasilan seseorang dalam hidupnya, sedangkan faktor IQ berpengaruh
sebesar 20 % saja.
Pengaruh Kecerdasan Spiritual
Terhadap Prestasi Belajar Siswa: Banyak
bukti ilmiah mengenai SQ. Penelitian oleh neuropsikolog Michael Persinger tahun
1990-an dan penelitian terbaru tahun 1997 oleh neurolog V. S Ramachandran
bersama timnya di Universitas California mengenai adanya titik Tuhan" (God
Spot dalam otak manusia. Pusat spiritual tersebut berada di antara
hubungan-hubungan saraf dalam cuping-cuping temporal otak. Para ilmuwan telah
melakukan penelitian yang mengungkapkan adanya fondasi saraf bagi SQ di dalam
otak. Menurut Zohar dan lan M (2000:53) otak SQ cara kerjanya bersifat unitif
yaitu kemampuan untuk menangkap seluruh konteks yang mengaitkan antar unsur
yang terlibat. Kemampuan untuk menangkap suatu situasi dan melakukan reaksi
terhadapnya, menciptakan pola dan aturan baru. Kemampuan ini merupakan ciri
utama kesadaran yaitu kemampuan untuk mengalami dan menggunakan pengalaman
tentang makna dan nilai yang lebih tinggi. Kecerdasan spiritual merupakan
landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ Kecerdasan spiritual berkaitan dengan
makna hidup, nilai dan keutuhan diri. Seorang
siswa harus mengoptimalkan kecerdasan spiritualnya agar dapat mengetahui makna
dan tujuan belajar, berkarya bahkan saat menghadapi masalah atau penderitaan
Bagaimana individu/siswa dalam memaknai dan menilai bahwa belajar bukan
merupakan kewajiban tetapi sebuah kebutuhan setiap siswa. Karena dalam proses
belajar tidak sekadar tahu tapi perlu memahami secara mendalam apa yang
diketahuinya itu. Dan kita juga tidak bisa bekerja dengan
baik ketika sedang marah atau sedang merasa kesal, apalagi berharap akan muncul
suatu kreativitas di tengah situasi seperti itu (Ginanjar, 2003:29). Apabila
emosi bereaksi dengan tidak terkendali, maka potensi utama kita yaitu suara
hati ilahiah pada God Spot tertutup oleh kemarahan, kekacauan kesedihan dan
sebagainya. Melalui proses spiritualisme tauhid ini, maka cahaya ilahi yang
bersemayam pada hati (kalbu) akan tetap bersinar, menuntun dan menerangi segala
aktivitas (Ginanjar, 2003:292).
Pengaruh Kecerdasan
Emosioanal Dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi Belajar Siswa: Salah satu komponen kecerdasan emosional
adalah kemampuan memotivasi diri. Bila dikaitkan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar dari faktor internal ada aspek psikologi pada
variabel non kognitif yaitu motivasi. Dengan adanya motivasi maka ada dorongan
untuk meraih prestasi. Motivasi positif (perasaan antusiasme, gairah, dan
keyakinan diri) berperan dalam mencapai prestasi. Studi-studi terhadap para
atlet olimpiade, musikus kelas dunia dan para grand master catur menunjukkan
adanya ciri yang serupa pada mereka yaitu kemampuan memotivasi diri untuk tak
henti-hentinya berlatih secara rutin. Ketekunan itu, terutama bergantung pada
sifat emosional, antusiasme serta kegigihan menghadapi tantangan Begitu pula
keadaan emosi yang negative misalnya rasa emosi. Dari hasil penelitian terhadap
lebih dari 36,000 orang menemukan bahwa semakin mudah cemas seseorang, semakin
buruklah kinerja akademis mereka baik itu jenisnya nilai tes harian, IPK, atau
tes prestasi akademik (Goleman, 2005:110-111). Elias
dkk (2003:49) keterampilan-keterampilan seperti mengendalikan perilaku
impulsif, berhubungan positif dengan orang lain secara perseorangan dan
kelompok, dan mengembangkan empati dan kemampuan memahami perspektif orang lain
merupakan keterampilan yang penting untuk meningkatkan prestasi sekolah, karier
dan kehidupan. Seorang siswa harus mengoptimalkan
kecerdasan spiritualnya agar dapat mengetahui makna dan tujuan belajar,
berkarya bahkan saat menghadapi masalah atau penderitaan Bagaimana
individu/siswa dalam memaknai dan menilai bahwa belajar bukan merupakan
kewajiban tetapi sebuah kebutuhan setiap siswa. Karena dalam proses belajar
tidak sekedar tahu tapi perlu memahami secara mendalam apa yang diketahuinya
itu. Dari berbagai pengertian diatas peneliti
memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
yaitu adanya pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap
prestasi belajar siswa.
METODE: Menggunakan dokumentasi dan kuesioner. Rancangan Penelitian: Penelitian ini termasuk pada penelitian
kuantitatif dengan menggunakan rancangan deskriptif dan hubungan kausalitas. Instrumen
Penelitian: Menurut
Syofian (2013:75), instrumen penelitian adalah suatu alat yang dapat digunakan
untuk memperoleh, mengolah dan menginterprestasikan informasi yang diolah dari
para responden yang dilakukan dengan menggunakan pola ukur yang sama. Alat
pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data adalah
kuisioner yang berisi pernyataan. Kuisioner yang digunakan pada penelitian ini
adalah kuisioner dengan pernyataan yang tertutup yaitu menyediakan pilihan
jawaban sehingga responden tinggal memilih pilihan jawaban yang telah
disediakan. Subjek
Penelitian: Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi
kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton. Teknik Pengumpulan Data: Kuesioner: Untuk pemberian kuesioner pada responden,
peneliti menyebarkan langsung kuesioner ada siswa kelas X dan XI IPS SMA
Al-Yasini Kraton. Data yang diperoleh melalui
kuesioner ini adalah data kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
siswa. Dokumentasi: Dalam penelitian ini data sekunder
diperoleh dari Tata Usaha berupa Struktur organisasi, visi, misi, profil, dan
daftar siswa sekolah bersangkutan. Selain dari Tata Usaha, data sekunder juga
diperoleh dari guru mata pelajaran ekonomi yang dilakukan untuk mengumpulkan
data nilai ulangan harian siswa kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton. Analisis Data Analisi
data adalah pengolahan data yang diperolehdengan menggunakan rumus-rumus atau
dengan aturan-aturan yang ada sesuai dengan pendekatan penelitian. Analisis
data dilakukan dengan tujuan untuk menguji hipotesis dalam rangka penarikan
kesimpulan. Adapun metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan analisis regresi linier berganda dengan bantuan aplikasi SPSS 25. Analisis
Statistik Deskriptif. Analisis Regresi Linier Berganda.
Pembahasan: Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X
dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton: Kecerdasan emosional adalah kemampuan
untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2003:512). Goleman
(2003;513) menyebutkan tentang lima dasar kecerdasan emosional yaitu kesadaran
diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan social. Jika
seseorang memiliki kecerdasan emosional yang memadai maka ia akan bisa
membedakan situasi-situasi emosi yang seharusnya muncul, akan memiliki
kepekaan, kenal emosi sendiri dan emosi orang lain serta bisa mengendalikan
emosinya. Schingga akan bisa berempati kepada orang lain dan bisa berhubungan
dengan baik dengan orang lain. Berdasarkan
hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat kecerdasan emosional siswa kelas
X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton berada pada tingkat yang sangat tinggi.
Kesimpulan ini didukung oleh 2 siswa (2%) memiliki tingkat kecerdasan
emosional tergolong sangat rendah, 6
siswa (6%) tergolong rendah, 25 siswa (25%) tergolong sedang, 29 siswa (29%)
tergolong tinggi dan 38 siswa (38%) tergolong sangat tinggi sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa siswa kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton Tahun
Pelajaran 2018/2019 mempunyai tingkat kecerdasan emosional (EQ) yang sangat
tinggi.
Hal ini juga terbukti seperti yang dipaparkan di latar belakang penelitian ini
bahwa siswa kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton berpendapat mereka senang
dengan cara mengajar guru mereka yang tidak hanya menyampaikan materi tetapi
juga mengajarkan kecakapan lain seperti kecerdasan emosional yang juga
berkaitan dengan mata pelajaran ekonomi. Hal ini seperti diungkapkan Pasiak
(2006:84-85) bahwa kunci pengajaran dengan kecerdasan emosional adalah dengan
menciptakan perasaan yang menyenangkan, mengkomunikasikan pesan pengajaran
dengan menarik sehingga siswa belajar karena ingin dan tertarik bukan karena
terpaksa.
Tingkat Kecerdasan Spiritual Siswa
Kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton: Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk memberi makna (hakikat) setap perilaku dan kegiatan melalui
langkah-langkah dan pemikiran yang bersumber dan hati nurani yang berprinsip
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. SQ merupakan kecerdasan untuk menempatkan
perilaku dan hidup seseorang dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya
Menurut Zohar dan lan Marsall (2007;4), SQ menjadi landasan yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ dan EQ. Dengan SQ maka seseorang akan menjadi makhluk
yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Pendapat tersebut
juga sejalan dengan Sukidi (2006:68) yang menyatakan bahwa kecerdasan spiritual
bersifat Asasi dan yang fitrah pada struktur kecerdasan manusia, sehingga SQ
merupakan fondasi yang diperlukan untuk mengefektifkan fungsi kecerdasan
intelektual dan emosional. Kecerdasan spiritual mengarahkan hidup kita untuk
selalu berhubungan dengan kebermaknaan hidup agar hidup kita menjadi lebih
bermakna. Pada
penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kecerdasan spiritual siswa
kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton adalah tinggi. Kesimpulan ini didukung
oleh 1 siswa
(1%) memiliki tingkat kecerdasan spiritual
tergolong sangat rendah, 3 siswa (3%) tergolong rendah, 11 siswa (12%)
tergolong sedang, 23 siswa (24%) tergolong tinggi dan 60 siswa (60%) tergolong
sangat tinggi sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa kelas X dan XI IPS
SMA Al-Yasini Kraton Tahun Pelajaran 2018/2019 mempunyai tingkat kecerdasan
spiritual (SQ) yang sangat tinggi. Tingkat Prestasi
Belajar Siswa Kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton: Salim
(2002: 1190) mengatakan "prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan
pengetahuan keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui hasil
tes" Menurut Soeryabrata (1989:284) prestasi belajar adalah hasil terakhir
yang dicapai sebaik-baiknya dalam jangka waktu tertentu di sekolah. Prestasi
belajar disini adalah nilai ulangan harian siswa pada mata pelajaran ekonomi. Berdasarkan
hasil dari ulangan harian, tingkat prestasi belajar siswa mata pelajaran
ekonomi kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton memiliki prestasi yang tinggi.
Kesimpulan ini didukung oleh 10 siswa (10%) tergolong cukup, 67 siswa (70%)
tergolong baik dan 19 siswa (20%) tergolong baik sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa siswa kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton Tahun Pelajaran
2018/2019 mempunyai tingkat prestasi belajar yang baik.
Pengaruh Kecerdasan Emosional (X1)
Terhadap Prestasi Belajar (Y) Siswa Kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton
(Secara Parsial): Berdasarkan hasil analisis regresi dapat
diketahui bahwa terdapat pengaruh secara positif dan signifikan kecerdasan
emosional terhadap prestasi belajar siswa mata pelajaran ekonomi kelas X dan XI
IPS SMA Al-Yasini Kraton Tahun Pelajaran 2018/2019. Hasil ini ternyata sesuai
dengan penelitian Subekti (2006) yang berjudul "Pengaruh IQ, EQ, dan SQ
Terhadap Prestasi Belajar Siswa Dalam Mata Diklat Produktif Program Keahlian
APK di SMKN 1 Malang" menghasilkan adanya pengaruh yang signifikan antara
IQ, EQ, dan SQ secara parsial terhadap hasil belajar siswa pada mata diklat
produktif program keahlian sekretaris. Sementara itu hasil penelitian Faradisa
(2006) yang berjudul "Hubungan Antara Kecerdasan Emosional, Kecerdasan
Spiritual dan Prestasi belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Turen"
menghasilkan bahwa ada korelasi antara kecerdasan emosional terhadap prestasi
belajar. Sedangkan hasil penelitian. Liviawati dan Afvan Aqueno (2013) yang
berjudul “ Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi
Ditinjau Dari Perspektif Gender” menghasilkan Kecerdasan Emosional berpengaruh
terhadap pemahaman akuntansi. Dari
hasil penelitian Martin (2003:42) terhadap siswa-siswa SLTP ber IQ tinggi (di
atas 120) yang gagal dalam mata pelajaran matematika di sekolah menyimpulkan
bahwa siswa-siswi tersebut gagal bukan karena kecerdasan mereka tetapi
cenderung pada perasaan. Mereka cemas kalau mereka tidak akan paham dan membuat
kesalahan, ada juga karena rasa tidak senang terhadap guru matematika. Sehingga
dapat dikatakan bahwa mereka gagal dalam matematika bukan karena tidak mampu
secara intelektual tetapi lebih karena faktor emosional. Siswa yang kondisi
psikologisnya stabil bisa lebih berkonsentrasi dalam menghadapi dan
menyelesaikan butir-butir soal ujian. Kesimpulan di atas tidaklah mengherankan
sebab seorang siswa yang memiliki EQ tinggi akan memiliki kemampuan memotivasi
diri untuk tak henti entinya berlatih secara rutin. Ketekunan itu, terutama
bergantung pada sifat emosional, antusiasme serta kegigihan menghadapi
tantangan. Begitu pula keadaan emosi yang negatif misalnya rasa emosi. Dari
hasil penelitian terhadap lebih dari 36.000 orang menemukan bahwa semakin mudah
cemas seseorang, semakin buruklah kinerja akademis mereka baik itu jenisnya
nilai tes-les harian, IPK atau tes prestasi akademik. (Goleman, 2005:110-111). Berdasarkan
penjelasan di atas, wajarlah bila siswa kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton
yang tergolong memiliki EQ sangat tinggi mampu mencapai prestasi belajar yang
baik juga. Hal ini disebabkan oleh EQ yang mereka miliki seperti motivasi,
pengaturan diri, tekun dalam mengejar sasaran meskipun banyak halangan dan
kegagalan, tentu menjadi modal yang besar bagi mereka untuk mencapai prestasi
tersebut.
Pengaruh Kecerdasan Spiritual (X2)
Terhadap Prestasi Belajar (Y) Siswa Kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton
(Secara Parsial) Berdasarkan
hasil analisis regresi dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh secara positif
dan signifikan kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar. Hasil ini
ternyata sesuai dengan Desi Ika (2011) yang berjudul "Pengaruh Kecerdasan
Emosional dan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi Dipandang Dari
Segi Gender” menghasilkan kecerdasan spiritual berpengaruh signifikan dan
dominan terhadap sikap etis mahasiswa. Hal ini jika dikaitkan di lingkungan
sekolah maka seorang siswa juga telah membawa potensi kecerdasan spiritual
sehingga jika dioptimalkan akan mempengaruhi prestasinya di sekolah. Sementara
itu penelitian Fardisa (2006) dengan judul "Hubungan Antara Kecerdasan
Emosional, Kecerdasan Spiritual dan Prestasi belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri
Turen” menghasilkan adanya korelasi yang signifikan kecerdasan spiritual
terhadap prestasi belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Turen Ini berarti
penelitian tersebut turut mendukung variabel kecerdasan spiritual pada
penelitian ini dalam mempengaruhi prestasi belajar. Sedangkan penelitian
Subekti (2006) yang berjudul “Pengaruh IQ, EQ, dan SQ Terhadap Prestasi Belajar
Siswa Dalam Mata Diklat Produktif Program Keahlian APK di SMKN 1 Malang"
menghasilkan adanya pengaruh yang signifikan antara IQ, EQ, dan SQ secara
parsial terhadap hasil belajar siswa pada mata diklat produktif program
keahlian sekretaris. Berarti penelitian tersebut turut mendukung variabel
kecerdasan spiritual pada penelitian ini dalam mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan
penelitian, anak yang memiliki kecerdasan spiritualnya tinggi rasa ingin
tahunya semakin besar, sehingga memiliki dorongan untuk selalu belajar serta
memiliki kreativitas yang tinggi pula (Mardiyono,http//www.duniaguru.com)
Sinetar (2001:8-10) menjelaskan bahwa anak yang memiliki kecerdasan spiritual
yang tinggi akan memiliki kreativitas yang sangat tinggi dan berhasil dari segi
perilakunya, pintar dalam pelajaran dan cekatan dalam lingkungan sosial,
cenderung serba bisa terlihat semangat yang menggelora. Oleh karenanya
kecerdasan spiritual juga mendukung bagi keberhasilan seseorang. Lebih lanjut
Sukidi (2004:112-122) juga mengemukakan bahwa salah satu nilai SQ terpenting
dalam meraih hidup sukses dan juga membantu sebagai penyembuh beragam kegelisahan
spiritual, misalnya kecemasan, ketakutan adalah dengan doa. Contoh konkret
dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu dianjurkan untuk berdoa sebagai bentuk
komunikasi kita kepada Tuhan dengan keyakinan bahwa keberhasilan kita semua
juga ada campur tangan dari Tuhan. Hal ini sering dilakukan siswa jika akan
menghadapi ujian, guru-guru, orang tua atau bahkan teman kita selalu
mengingatkan untuk tidak lupa berdoa agar bisa berhasil. Temuan
dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh secara positif dan Signifikan
kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa
kecerdasan spiritual yang meliputi aspek spiritual keagamaan (relasira), aspek
sosial keagamaan (relasi horizontal), dan aspek etika sosial akan diikuti oleh
prestasi belajar yang baik di SMA Al-Yasini Kraton. Oleh karena itu siswa Kelas
X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton apabila ingin berhasil dan optimal dalam
mencapai prestasi maka harus didukung oleh kecerdasan spiritualnya.
Pengaruh Kecerdasan Emosional (X1)
dan Kecerdasan Spiritual (X2) Terhadap Prestasi Belajar (Y) Siswa Kelas X dan
XI IPS SMA Al-Yasini Kraton (Secara Simultan): Berdasarkan hasil analisis regresi linear
berganda, secara simultan kecerdasan emosional (X1) dan kecerdasan spiritual
(X2) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel dependen
(Y) prestasi belajar siswa mata ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar siswa mata pelajaran ekonomi kelas X dan XI IPS SMA
Al-Yasini Kraton Tahun Pelajaran 2018/2019 dipengaruhi secara simultan
(bersama-sama) oleh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Penelitian
yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi dari Subekti (2006) yang
berjudul "Pengaruh IQ, EQ, dan SQ Terhadap Prestasi Belajar Siswa Dalam
Mata Diklat Produktif Program Keahlian APK di SMKN 1 Malang” yang menghasilkan
bahwa IQ, EQ, dan SQ secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap
hasil belajar siswa pada mata diklat produktif program keahlian sekretaris.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah skripsi dari Faradisa
(2006) yang berjudul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional, Kecerdasan
Spiritual dan Prestasi belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri Turen” menghasilkan
kecerdasan emosional dan spiritual secara simultan korelasi postif berpengaruh
secara signifikan terhadap prestasi belajar siswa kelas XI SMA Negeri Turen. Hasil
penelitian ini juga sejalan dengan skripsi Desi Ika (2011) yang berjudul
“Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa
Akuntansi Dipandang Dari Segi Gender” menghasilkan kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual secara simultan berpengaruh signifikan terhadap sikap etis
mahasiswa akuntansi. Potensi
otak manusia memang sangat luar biasa. Selain potensi kecerdasan intelektual,
otak manusia juga memiliki kecerdasan lain diantaranya kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual. Optimalisasi ketiga kecerdasan tersebut akan menjadikan
manusia yang paripurna. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh yang
signifikan secara simultan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
terhadap prestasi belajar siswa, hal ini berarti bahwa untuk mencapai prestasi
yang tinggi seorang siswa tidak hanya berbekal IQ saja tetapi juga dipengaruhi
oleh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual mereka. Sebagaimana menurut
Sukidi (2002:68) SQ mampu mengungkapkan aspek yang bersifat asasi dan yang
fitrah pada struktur kecerdasan manusia, sehingga SQ merupakan fondasi yang
diperlukan untuk mengefektifkan fungsi kecerdasan intelektual dan emosional. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Danah Zohar dan lan
Marsall (2002:4) bahwa SQ menjadi landasan yang diperlukan untuk memfungsikan
IQ dan EQ. Pendapat tersebut berarti menunjukkan bahwa SQ adalah faktor yang
dominan dalam menentukan keberhasilan seseorang. Pendapat lain dikemukakan oleh Ginanjar
(2003:29) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual dan intelektual akan mampu
terciptakan apabila emosi dalam keadaan stabil. SQ bekerja maksimal ketika
emosi tenang dan terkendali yang diatur oleh piranti EQ atau kecerdasan
emosional, sehingga akhimya 1Q bisa menghitung dengan efisien, tepat, cepat. Kecerdasan
emosional sebagai cerminan dari emosi setiap orang dan hal itu akan
menggambarkan setiap perilaku individu tersebut. Begitu juga dengan kecerdasan
spiritual yang menggambarkan arti sebuah makna dalam menghadap dan memecahkan
setiap persoalan hidup. Oleh karenanya keberhasilan setiap individu khususnya
siswa harus dihadapi dengan kestabilan emosi dan kebermaknaan hidup. Bagaimana
setiap siswa dalam memaknai dan menilai bahwa belajar merupakan kebutuhan
mereka. Untuk
lebih jelasnya mengenai hubungan dari penelitian ini dengan penelitian
terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut:
Kesimpulan: Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu: Diketahui tingkat kecerdasan emosional siswa kelas X dan XI IPS SMA
Al-Yasini Kraton adalah tinggi, tingkat kecerdasan spiritual siswa kelas X dan
XI IPS SMA Al-Yasini Kraton adalah sangat tinggi, sedangkan tingkat prestasi
belajar siswa kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton adalah baik. Diketahui terdapat pengaruh positif dan signifikan kecerdasan emosional
secara parsial dengan prestasi belajar siswa mata pelajaran ekonomi kelas X dan
XI IPS SMA Al-Yasini Kraton Tahun Pelajaran 2018/2019, terdapat pengaruh
positif dan signifikan kecerdasan spiritual secara parsial dengan prestasi
belajar siswa mata pelajaran ekonomi kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton
Tahun Pelajaran 2018/2019. Diketahui
terdapat pengaruh positif dan signifikan kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual secara simultan dengan prestasi belajar siswa mata pelajaran ekonomi
kelas X dan XI IPS SMA Al-Yasini Kraton Tahun Pelajaran 2018/2019
Saran: Berdasarkan
kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka
penulis dapat memberikan beberapa saran
kepada pihak terkait, antara lain : Bagi
Peneliti Selanjutnya, diharapkan hasil
penelitian ini bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, dan dapat dijadikan
bahan untuk penelitian sejenis selanjutnya. Bagi Guru SMA Al-Yasini Kraton, hendaknya Guru-guru memasukkan unsur-unsur
kecerdasan emosional dalam menyampaikan materi serta melibatkan emosi siswa
dalam proses pembelajaran yang bermakna. Serta dapat menumbuhkan kesadaran bagi
siswa agar siswa tidak hanya mengandalkan kecerdasan intelektualnya saja dalam
mencapai prestasi tetapi juga menjaga motivasi, ketekunan, kepercayaan diri,
kerja sama dengan teman lain, berdoa, berbuat kebajikan. Bagi SMA
Al-Yasini Kraton, hendaknya pihak sekolah dapat memberikan
training yang mengasah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual siswa,
sehingga akan meningkatkan mutu siswa. Misalnya
dalam kegiatan MOS dapat diisi dengan pelatihan kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual melalui kerjasama dengan mengundang trainer yang
professional.
DAFTAR
PUSTAKA: Agus
Efendi. (2005). Revolusi Kecerdasan Abad
21. Bandung: Alfabeta. Agustian,
Ary Ginanjar. 2011. Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient
Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta: Arga Wijaya Persada. B uno,
Hamzah.2006. Orientasi Baru dalam
Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Goleman D. 2006. Emotional Intelligence: Kecerdasan emosional, mengapa EI lebih penting
daripada IQ. Alih bahasa: T. Hermaya. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama. Goleman,
Daniel, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai
Puncak Prestasi, terj. Alex Tri Kantjono, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2005. Goleman,
Daniel. 2009. Kecerdasan Emosional :
Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Muhibbin Syah.2010.Psikologi Pendidikan dengan pendekatan baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Myers,
David G. (2012). Psikologi Sosial Edisi
10, Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika. Nggermanto Agus, Quantum Quetient (Kecerdasan Quantum) Cara Cepat Melejitkan IQ, EQ dan
SQ Secara Harmonis, Yayasan Nusantara, Bandung, 2002. Shapiro.
2001. Mengajarkan Emotional Intelligence
Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suharsono. 2002. Melejitkan IQ, IE dan IS. Jakarta. Inisiasi Press. Sukidi.
2002. Kecerdasan Spiritual. Mengapa SQ
Lebih Penting daripada IQ & EQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sukidi.
2004. Rahasia Sukses Hidup Bahagia,
Mengapa S Q Lebih Penting dari Pada IQ dan EQ. Jakarta: Gramedia. Sumadi
Suryabrata. (2006). Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Zohar,
dan Marshall, I. 2007. SQ: Spiritual
Intelligence The Ultimate Intelligence. Alih Bahasa Rahmani Astuti dkk.
Bandung: Penerbit Mizan Media Utama. Zohar,
Danah, Ian Marshal. (2005). Spiritual
Capital. Jakarta:Mizan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar